Apa yang
paling trend dari tahun ajaran baru?
Buku pelajaran baru? Tas baru? Sepatu baru? Kelas baru?
Sekolah baru? Atau, teman baru? Bukan! Sesugguhnya, sesuatu yang paling
ngetrend dan pasti ada di tahun ajaran baru adalah perpisahan.
Ya, perpisahan. Entah itu berpisah dengan
teman-teman sekelas pasca kelulusan atau kenaikan kelas, berpisah dengan
guru-guru pasca tamat sekolah, berpisah dengan orang tua karena harus
ngelanjutin sekolah ke kota lain dan ngekost, sampai musti pisah sama si pujaan
hati karena pilihan sekolah yang berbeda. Dan, perpisahan itu jugalah yang
sebenarnya sangat saya benci setiap tahun ajaran baru.
Dua tahun yang lalu, saya juga mengalami hal itu. perpisahan
itu. dia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di tempat lain. Setahun sih,
tapi dengan pemikiran dan gaya hidup saya zaman dulu (belum sedewasa dan
sematang ini, tsaah..) itu merupakan
rentang waktu yang sangat lama dan panjang. Dulu, saya dengan bodohnya hanya
menghabiskan waktu untuk mencemaskan kesehatan sekaligus kesetiaannya, dan lupa
mengisi waktu untuk hal-hal baik. Dan sekarang saya paham, bahwa dulu itu,
seandainya saya mengisi waktu penantian saya dengan hal-hal baik, tentu saja
waktu akan terasa cepat berlalu.
Dan sekarang, saya merasa saya harus mulai mempersiapkan diri
untuk melakukan penantian tahap dua. Ya, saya tahu, si dia sedang merencanakan
perjalanan selanjutnya, dua tahun dari sekarang. Dan untuk kali kedua ini,
rentang waktunya sangat lama. Bukan lagi setahun kayak kemarin, tapi empat
tahun. Tapi kali inipun, saya bukan lagi Ayu yang dulu. Bukan.
Dua tahun belakangan ini, saya benar-benar belajar banyak
hal. saya tahu perasaan manusia itu bisa berubah, jadi saya tidak
menggantungkan hidup dan kebahagiaan saya semata-mata di tangannya. Soalnya,
jika itu terjadi dan perasaannya tiba-tiba berubah, saya tahu saya akan hancur
menghadapinya. Saya juga tidak boleh menyia-nyikan waktu saya hanya untuk
menunggunya tanpa melakukan apapun, tapi saya juga tidak boleh mencegahnya meraih
impiannya. Dan, saya juga harus meraih apa yang saya impikan.
Saya tahu, dalam sebuah perpisahan, terkadang terjadi sebuah
pertengkaran emosi yang ironis. Di satu sisi, kita yang ditinggalkan akan
merasa hancur, kesepian dan sendiri. Sementara di sisi lain, dia yang pergi
sudah tidak sabar dengan rencana-rencana hidup barunya. Sudah tidak sabar
dengan perjalanannya yag hebat. Di satu sisi, kita yang ditinggalkan cemas
bukan main dengan keadaan dan kabarnya di sana. Sedangkan di sisi lain, dia di
sana justru sedang asyik menikmati dunia barunya. Terlalu asyik, sampai lupa
bahkan untuk sekedar mengabari.
Di satu sisi, kita menanti dengan harapan besar untuk
melihatnya kembali pulang. Tapi di sisi lain, dia justru ingin segera kembali
ke kota rantaunya sana, lupa sudah dengan semua yang ada di sini. Rindu dengan
semua di sana.
Ah, perpisahan memang seperti itu. terkadang ada dua rasa.
Untuk yang ditinggalkan, memang bukan hal yang mudah untuk melanjutkan hidup
seperti biasa. Semua hal dan tempat menceritakan dia, memberikan kenangan,
memberikan sedikit getaran untuk mencipta embun di sudut mata. Bahkan, ritual
makan siangpun menjadi sebuah peristiwa yang menyedihkan tanpanya. Sedangkan
yang pergi, dengan mudahnya menciptakan hidup barunya di sana. Bertemu teman-teman
baru, melakukan aktifitas dan kegiatan baru, mengunjungi tempat-tempat baru
yang hebat, bahkan memasukkan beberapa orang baru di hatinya. Setelah itu? yang
menanti di rumah mulai menjadi prioritas kesekian. Hanya menajadi pengisi waktu
luang sesekali. Kadang malah tak sempat untuk sekedar mengabarri atau bertanya
kabar. Terlalu sibuk dengan hidup barunya.
Itulah sebabnya, saya tak akan sanggup untuk menunggu lagi
dengan pola yang lama. Itulah sebabnya, saya juga sedang merecanakan sebua
perjalanan yang sama sebelum dia pergi. Saya sedang merencanakan untuk
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar saya juga bisa melakukan banyak
perjalanan sambil menunggunya. Agar saya juga menjadi seseorang yang pergi.
Agar tak ada yang ditinggalkan. Bukankah itu sebuah rencana yang adil?




Tidak ada komentar:
Posting Komentar