Minggu, 02 September 2012

YANG PERGI DAN YANG DITINGGALKAN



Apa yang paling trend dari tahun ajaran baru? 

Buku pelajaran baru? Tas baru? Sepatu baru? Kelas baru? Sekolah baru? Atau, teman baru? Bukan! Sesugguhnya, sesuatu yang paling ngetrend dan pasti ada di tahun ajaran baru adalah perpisahan. 

 Ya, perpisahan. Entah itu berpisah dengan teman-teman sekelas pasca kelulusan atau kenaikan kelas, berpisah dengan guru-guru pasca tamat sekolah, berpisah dengan orang tua karena harus ngelanjutin sekolah ke kota lain dan ngekost, sampai musti pisah sama si pujaan hati karena pilihan sekolah yang berbeda. Dan, perpisahan itu jugalah yang sebenarnya sangat saya benci setiap tahun ajaran baru.

Dua tahun yang lalu, saya juga mengalami hal itu. perpisahan itu. dia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di tempat lain. Setahun sih, tapi dengan pemikiran dan gaya hidup saya zaman dulu (belum sedewasa dan sematang ini, tsaah..) itu merupakan rentang waktu yang sangat lama dan panjang. Dulu, saya dengan bodohnya hanya menghabiskan waktu untuk mencemaskan kesehatan sekaligus kesetiaannya, dan lupa mengisi waktu untuk hal-hal baik. Dan sekarang saya paham, bahwa dulu itu, seandainya saya mengisi waktu penantian saya dengan hal-hal baik, tentu saja waktu akan terasa cepat berlalu.

Dan sekarang, saya merasa saya harus mulai mempersiapkan diri untuk melakukan penantian tahap dua. Ya, saya tahu, si dia sedang merencanakan perjalanan selanjutnya, dua tahun dari sekarang. Dan untuk kali kedua ini, rentang waktunya sangat lama. Bukan lagi setahun kayak kemarin, tapi empat tahun. Tapi kali inipun, saya bukan lagi Ayu yang dulu. Bukan.

Dua tahun belakangan ini, saya benar-benar belajar banyak hal. saya tahu perasaan manusia itu bisa berubah, jadi saya tidak menggantungkan hidup dan kebahagiaan saya semata-mata di tangannya. Soalnya, jika itu terjadi dan perasaannya tiba-tiba berubah, saya tahu saya akan hancur menghadapinya. Saya juga tidak boleh menyia-nyikan waktu saya hanya untuk menunggunya tanpa melakukan apapun, tapi saya juga tidak boleh mencegahnya meraih impiannya. Dan, saya juga harus meraih apa yang saya impikan.

Saya tahu, dalam sebuah perpisahan, terkadang terjadi sebuah pertengkaran emosi yang ironis. Di satu sisi, kita yang ditinggalkan akan merasa hancur, kesepian dan sendiri. Sementara di sisi lain, dia yang pergi sudah tidak sabar dengan rencana-rencana hidup barunya. Sudah tidak sabar dengan perjalanannya yag hebat. Di satu sisi, kita yang ditinggalkan cemas bukan main dengan keadaan dan kabarnya di sana. Sedangkan di sisi lain, dia di sana justru sedang asyik menikmati dunia barunya. Terlalu asyik, sampai lupa bahkan untuk sekedar mengabari. 

Di satu sisi, kita menanti dengan harapan besar untuk melihatnya kembali pulang. Tapi di sisi lain, dia justru ingin segera kembali ke kota rantaunya sana, lupa sudah dengan semua yang ada di sini. Rindu dengan semua di sana.

Ah, perpisahan memang seperti itu. terkadang ada dua rasa. Untuk yang ditinggalkan, memang bukan hal yang mudah untuk melanjutkan hidup seperti biasa. Semua hal dan tempat menceritakan dia, memberikan kenangan, memberikan sedikit getaran untuk mencipta embun di sudut mata. Bahkan, ritual makan siangpun menjadi sebuah peristiwa yang menyedihkan tanpanya. Sedangkan yang pergi, dengan mudahnya menciptakan hidup barunya di sana. Bertemu teman-teman baru, melakukan aktifitas dan kegiatan baru, mengunjungi tempat-tempat baru yang hebat, bahkan memasukkan beberapa orang baru di hatinya. Setelah itu? yang menanti di rumah mulai menjadi prioritas kesekian. Hanya menajadi pengisi waktu luang sesekali. Kadang malah tak sempat untuk sekedar mengabarri atau bertanya kabar. Terlalu sibuk dengan hidup barunya.

Itulah sebabnya, saya tak akan sanggup untuk menunggu lagi dengan pola yang lama. Itulah sebabnya, saya juga sedang merecanakan sebua perjalanan yang sama sebelum dia pergi. Saya sedang merencanakan untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar saya juga bisa melakukan banyak perjalanan sambil menunggunya. Agar saya juga menjadi seseorang yang pergi. Agar tak ada yang ditinggalkan. Bukankah itu sebuah rencana yang adil?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar