“Sayang, jangan pie kau
pancing-pancing saya untuk saya tukar tambah kau!!” ujar Anabelle sambil
mengaduk es telernya dengan gaya tukang bangunan ngaduk semen. Berusaha kalem,
tapi tetap saja terlihat garang.
Mike menoleh, meletakkan
piring pisang ijonya yang masih berisi kacang goreng dua biji. Menelan ludah, “Kau
kenapa lagi ka?” itu pertanyaan andalan. Berlagak tak ada apa-apa, berusaha
terlihat tak ada yang salah. Padahal dalam hati “Gaswat! Dia tau mi lagi mungkin kebohonganku ini anak.”
“Tidak ji, hanya saya
bilang saja.” Anabelle tak kalah pintar, dia tahu ini waktunya perang urat
saraf. “Soalnya saya lihat akhir-akhir ini banyak sekali gerakan tambahanmu. Kau
kurang-kurangi mi memang itu, sebelum saya kasih tambah Alm. Di depan namamu.”
“Ih, ini anak eh,
sembarang saja dia bicara. Apa maksudmu ka?” itu kata-kata yang keluar dari
mulut Mike, tapi dialog hati lain lagi. “Mati
mi saya, cewek-cewek sekarang nekat ini.”
“Itu e, saya lihat kau
dekat sekali sama itu cewek. Siapa namanya? Amanda.” Anabelle menyeruput es
telernya, tapi ujung matanya tetap saja mempelajari gelagat Mike yang aneh.
sebenarnya ini cowok satu lumayan ganteng, tinggi kurus kayak tiang listrik
lagi diet. Tapi itu, dia mulai coba-coba juga main belakang. Lupa kalau ceweknya
ini mantan detective yang dipecat karena salah membedakan WC dengan AC.
“Saya berteman saja jie
sama dia, kau cemburuan sekali.”
“Iya, tapi saya tidak
suka kau berteman sama itu anak. Variabel pengganggu sekali dia itu. dia sok
juga, dia kira mungkin dia cantik. Padahal memang!” ini bagian yang paling
menyakitkan dari dialognya, mengakui keunggulan lawan. Tapi Anabelle itu gadis pejuang,
dia pantang menyerah dalam pertandingan. “Makanya, mending saya tukar tambah
kau kalau masih suka kau dekat-dekat itu anak.”
“Iya ji, tidakmi kalau
kau larang.”
“Jangan kau iya-iya
saja. Kau bayar dulu ini makanannya kita baru kau antar saya pulang.”
“Kau marah lagi, saya
bilang tidakmi.”
“Tidak ji, saya tidak
marah.”
“Senyum dulu pale,”
“He ...” merentangkan
bibirnya lebar-lebar.
“Tidak ikhlas. Ketawa
dulu pale,”
“Hahahaha,” lebih lebar.
“Bayar dulu pale,”
Langsung mangap. “Kampreto
e, bisanya kau suruh saya yang bayar. Kau tidak bermodal sekali. Kau yang ajak
saya,”
“Iya, saya lupa tapi
bawa dompet.” Jawab Mike sambil meraba saku celananya, sebenarnya di sana ada
dompet, cuman tidak ada isinya.
“Alasanmu, selalunya kau
lupa bawa dompet. Lima puluh tahunmi kita pacaran, kau lupa terus bawa dompet. Saya
malas bayar, tidak ada juga uangku. Dia bangkrutmi Bapakku, habis jati.” Jawab Anabelle
sewot, bukan apa-apa, ini cowok satu memang tidak bermodal. Miskin papa sekali
garis hidupnya, sudah itu matre juga.
“Jadi bagaimana mi, da
marah Mas. Mana banyaknya mi kita makan. Kau bakso dua piring sama es telernya,
saya nasi goreng tiga sama pisang ijonya. Berapa mi itu?” bisik Mike dengan
wajah memelas.
“Cocokmi,” Anaballe
bangkit sambil meraih Blacberrynya dari atas meja.
“Cocok apanya? Kau mau
pergi mana ih..” Mike mulai gusar.
“Cocokmi, saya tukar
tambah saja kau dengan makannya kita itu.” Ujar Anbelle sadis abiss..
“Astaga sayang, bisanya
kau begitu. Kau simpan saja hapemu.”
“Kau gila ka? Saya lebih
sayang ini hape daripada kau.” Santai sambil menoleh ke aah Mas. “Mas, saya
pulangmi. Makananku tadi saya bayar saja sama ini manusia,” menunjuk Mike. “Saya
kasih tinggal saja di sini dia untuk Mas.”
Mas bakso, dengan cepat
mengejar Anabelle yang siap melarikan diri. Sedang itu, dikursinya Mike
terlihat pasrah tak berdaya.
“Dek, tidak apa-apami
kalau tidak bisa bayar. Saya mengerti. Tapi patuhi aturan di sini juga. Tolong sampahnya
dibawa pulang,” menunjuk Mike tanpa dosa. “Sampah yang dibawa dari luar tidak
boleh ditinggalkan.” Tersenyum.
“Ckckck...” menoleh ke
arah Mike. “ Kasian betul nasibmu kau ini.”
Mike langsung berdiri
dengan tampang tidak terima. “Mas, daripada kau bicara begitu mending kau
kilomi saja dagingku kasih jadi bakso. Sa ikhlas kasian.”
“Aduh maaf dek, saya
tidak tega kasih makan pelangganku daging tiren.”
“Mas, kau kira saya
bangke ka?” marah.
“Oh bukan ka dek,”
“Sudah mi deh sayang,
kita pulangmi.” Menarik tangan Anablle yang langsung ditepiskan secepat kilat.
“Maaf nah, saya dilarang
Mamaku berteman dengan rakyat jelata..,” balik badan, berlalu.
Mike hanya bisa
melonggo, menatapku dan bertanya : sebenarnya
apa ka ini yang kau tulis? Saya bingung?
Aku
menjawab : saya lebih bingung lagi MiKE. Saya lagi ingin menulis, tapi tidak
mau dulu yang serius.
Okey,
kawan. Berhenti dulu sampai di sini. setidaknya kau tahumi sedikit logat
daerahku kasian...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar